Jakarta, 26 April 2025 – Semangat Hari Kartini pada 2025 terasa lebih istimewa dengan munculnya tiga perempuan muda inspiratif, yakni Cahaya Manthovani, Karina Alya Manthovani, dan Nadira Parsa Manthovani.
Ketiganya tak hanya mewarisi darah Kartini dalam semangat berkarya, namun juga menunjukkan kecintaan mendalam terhadap budaya Indonesia, khususnya melalui keindahan kain batik dan keanggunan kebaya.
Dalam acara “Perempuan Berkarya: Lintas Generasi dan Budaya” yang digelar di Warung Turki, Jakarta, Sabtu (26/4/2025) siang WIB, ketiga bersaudari tersebut turut ambil bagian dalam merayakan semangat perjuangan perempuan Indonesia.
Acara yang mempertemukan berbagai tokoh perempuan lintas generasi dan latar belakang ini menjadi panggung bagi Cahaya, Karina, dan Nadira untuk menunjukkan dedikasi mereka terhadap warisan budaya bangsa.
Cahaya Manthovani, seorang sociopreneur muda yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa dan Direktur Eksekutif PT Bumi Serang Asri, menekankan pentingnya bagi generasi muda untuk memiliki kebanggaan terhadap budaya sendiri.
Baginya, kreativitas adalah kekuatan untuk berkontribusi, dan salah satu wujudnya adalah dengan melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia.
“Kartini-kartini muda, ayo kita lebih berani lagi untuk menunjukkan kreativitas kita. Kita juga harus bangga dengan budaya kita sendiri, punya pride tersendiri, sehingga otomatis budaya kita juga ikut terpromosikan. Terus berkarya, terus upgrade diri sendiri,” tutur Cahaya dengan penuh semangat.
Sajikan 7 Karakter Budaya Indonesia
Sementara itu, Karina Alya Manthovani, yang aktif di dunia modeling, tampil memukau sebagai salah satu muse dalam fashion show kolaboratif yang menjadi sorotan utama acara tersebut.
Karina membawakan koleksi kebaya modern hasil kolaborasi antara desainer Liesna Subianto (Kebaya Jeng Sri) dan adik bungsunya, Nadira Parsa Manthovani (Nara).
Nadira, seorang ilustrator muda berbakat berusia 18 tahun, menyajikan tujuh karakter perempuan dari berbagai budaya di Indonesia (Betawi, Jawa, Bali, Sumatera Barat, Dayak, Tionghoa, dan Papua) dalam bentuk ilustrasi patchwork.
Ilustrasi-ilustrasi yang kaya akan detail dan memakan waktu 3-5 jam per desain ini kemudian diaplikasikan Liesna ke dalam rancangan kebaya modern yang segar dan berjiwa muda.
“Ilustrasi saya terinspirasi dari keragaman budaya Indonesia. Aku ingin generasi muda lebih bangga dengan budaya sendiri, bukan hanya terpesona budaya luar,” ungkap Nara, yang karyanya menjadi ruh dari koleksi kebaya tersebut.
Perpaduan Budaya Klasik dan Modern
Koleksi kebaya yang diperagakan Karina menggunakan bahan katun, lukisan tangan akrilik bertema bunga, serta perpaduan kain tradisional seperti Batik Cirebon, Jawa, Jambi, hingga Bali. Perpaduan ini menciptakan interpretasi baru terhadap kebaya klasik, menjadikannya lebih modern, dinamis, dan relevan bagi generasi muda.
Penampilan Karina dalam balutan kebaya modern beraksen ilustrasi budaya Nusantara ini menjadi representasi nyata dari semangat perempuan Indonesia masa kini yang bebas berekspresi dan bangga akan identitas budayanya.
Keberanian Cahaya dalam mendorong kecintaan budaya, keanggunan Karina dalam membawakan warisan tradisi, dan kreativitas Nadira dalam menuangkan visual budaya ke dalam karya seni menjadi bukti semangat Kartini terus hidup dan diwariskan oleh generasi muda Indonesia.
Tiga saudari Manthovani ini adalah contoh nyata bagaimana kecintaan pada budaya bangsa dapat diwujudkan dalam karya dan aksi nyata, menginspirasi generasi lainnya untuk turut melestarikan kekayaan Indonesia.
“Saya percaya ketika perempuan dari berbagai generasi dan latar belakang bersatu, akan lahir inovasi, kreativitas, dan dampak sosial yang luar biasa. Melalui karya-karya ini, kita membawa semangat Kartini untuk terus relevan di masa kini,” kata Maya Miranda Ambarsari, Womenpreneur, Sociopreneur, dan pemilik Rumah Belajar Miranda yang ikut mendukung acara “Perempuan Berkarya: Lintas Generasi dan Budaya”.