Cahaya Manthovani adalah contoh nyata keberanian melangkah keluar dari zona nyaman. Lulusan arsitektur Kyungsung University, Korea Selatan ini, justru memilih jalur berbeda: dunia sosial yang penuh tantangan.
Kini, ia menjabat sebagai Executive Director PT Bumi Serang Asri dan Ketua Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa. Dua peran yang sekilas kontras, namun saling melengkapi. Ia menyatukan prinsip bisnis dengan semangat sosial, menciptakan gerakan inklusi yang nyata.
Di tengah hiruk pikuk perjuangan perempuan muda di kota besar, Cahaya memilih fokus pada anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa pinggir kota. Baginya, mereka bukan beban, melainkan potensi luar biasa yang belum diberi ruang.
Prinsip inklusi Cahaya bukan sekadar teori. Ia mewujudkannya melalui program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memastikan anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan nutrisi layak.
Sebuah program sederhana, namun butuh kerja keras untuk membangun kepercayaan, melatih relawan, dan menghadapi birokrasi. “Banyak orang lihat anak-anak ini sebagai beban. Tapi saya justru melihat potensi yang belum sempat diberi ruang,” kata Cahaya kepada majalah Women’s Obsession edisi 125.
Kecintaannya pada keadilan berakar dari keluarga. Orang tuanya, Reda Manthovani dan Syuastri Wijaya, mengajarkan bahwa kemanusiaan harus diwujudkan dalam tindakan, bukan hanya ucapan.
Nilai-nilai ini meresap dalam diri Cahaya secara alami. “Saya besar menyaksikan cerita perjuangan. Nilai-nilai itu akhirnya meresap tanpa saya sadari,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Cahaya juga mendirikan Innovation Catalyst (INCA), wadah yang menggabungkan inovasi sosial dan teknologi dengan filosofi “The Power of Mind.”
Ia percaya ide besar bisa lahir dari siapa saja, asalkan diberi ruang dan kepercayaan, meski ia seringkali dianggap terlalu muda atau idealis. Cahaya menyadari keberhasilan adalah kumpulan dari langkah-langkah kecil yang konsisten.
Mengingat pepatah Tiongkok kuno, “Tian Cong Ren Yuan” (kesuksesan adalah perpaduan takdir dan usaha), ia ingin gerakan inklusi hidup dalam sistem pendidikan, cara kita memperlakukan anak-anak istimewa, dan keseharian masyarakat.
Baginya, Kartini masa kini adalah mereka yang tidak hanya bicara emansipasi, tetapi hadir langsung menghadapi tantangan. Cahaya berharap semakin banyak perempuan Indonesia berani merumuskan jalan hidupnya sendiri, tanpa tunduk pada ekspektasi.
Ia percaya, perempuan tidak harus sempurna untuk berdampak, yang terpenting adalah tahu arah dan terus melangkah.